Senin, 21 Oktober 2013

 Jobless (Korban Rezim YBS), penyayang buruh, tinggal di Bandung
 Oleh : Usman Arifin


Preposisi
Saatnya gajian adalah saat yang dinanti-nanti, biasanya kita sudah bisa memprediksi besaran upah yang kita terima bulan ini, bagi mereka yang digaji dengan system ‘flat’tentu tidaklah sulit memprediksi nilai besaran upahnya, namun banyak juga yang mendapat upah diluar system tersebut.

Besar kecilnya upah yang kita terima setiap bulannya ber-fluktuasi dan biasanya didasarkan atas absensi, kondite kerja dan jumlah jam lembur. Makin tinggi jam lemburnya makin besar pula nilai upahnya.
Manakala upah lembur yang kita terima dari perusahaan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sesuai dengan  kalkulasi kita tentulah kita kecewa.

Banyak hal yang membuat nilai upah lembur itu tidak sesuai dengan harapan kita, antara lain memang karena upah pokok atau upah minimum kita memang kecil, selain itu juga disebabkan karena perusahaan tidak menjalankan rumus perhitungan lembur sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundangan. Rumusan perhitungan upah lembur pekerja oleh banyak perusahaan masih dianggap tabu untuk diketahui oleh karyawannya. Ini adalah sebuah strategi perusahaan agar perusahaan leluasa mengutak-atik upah lembur karyawannya dengan tujuan untuk menekan biaya seminimal mungkin.

Ilustrasi
Seperti kebanyakan pekerja lain, dulu saya juga pernah menaruh curiga kepada perusahaan tempat saya bekerja, saya merasa jam lembur saya sudah cukup banyak dan menurut kalkulasi saya, upah yang akan saya terima pada saatnya gajian cukup“signifikan’, saya menghitung dengan nilai gaji bulan itu saya bisa membayar utang-utang saya kepada pemilik kontrakan dan berencana membeli sepatu baru.  Namun apa yang terjadi? Kalkulasi saya ternyata meleset dan terpaut cukup jauh, jangankan untuk beli sepatu baru, untuk nutupi utang kepada pemilik kontrakanpun tidak cukup. Sungguh sangat mengecewakan bagi saya saat itu.

Kekecewaan saat itu menuntun saya untuk bertindak, saya segera bertanya kepada pimpinan serikat pekerja saya, lalu saya coba pinjam kepada aktivis serikat pekerja beberapa buku tentang peraturan-peraturan perhitungan upah lalu saya pelajari buku tersebut. Setelah ilmu saya dapat, lalu saya kalkulasikan upah saya sendiri dengan melihat struk gaji yang saya terima bulan tersebut. Dan sayapun berkesimpulan bahwa memang perusahaan telah melakukan kesalahan perhitungan terhadap upah saya. Setelah benar-benar yakin saya segera ‘mengetuk’ pintu personalia dan bertanya tentang kecilnya upah lembur yang saya terima.

Dengan ilmu dan data yang saya punya, petugas perusahaan pun tak mampu berkelit, seraya menjawab: “O, iya, upah lembur bapak ternyata kurang dan sudah dikoreksi! Nanti kekurangannya akan dirapelkan pada gajian bulan depan’!” …………. Akhirnya, pada bulan berikutnya sisa utang saya pada pemilik kontrakan terbayar juga(walaupun diomeli) selain itu  sepasang sepatu baru akhirnya dapat terbeli!

Tidak cukup disitu, karena upah adalah ‘hak’ pekerja, saya merasa punya kewajiban moral untuk mentransferkan ilmu yang saya dapat tersebut kepada teman-teman dilingkungan perusahaan dan juga teman-teman dikomunitas pekerja lintas perusahaan. Dan apa yang terjadi? Ternyata mereka juga mempunyai masalah yang sama, merekapun sibuk mengkalkulasi upah lembur nya, alhasil teman-teman dari perusahaan yang sudah benar perhitungannya merespon dengan dingin, namun  banyak juga teman-teman  yang ‘terbelalak’ melihat kalkulasinya sendiri, teman-teman yang ‘terbelalak’ ini berasal dari perusahaan yang tidak menjalankan perhitungan upah lembur dengan benar yang mayoritas berasal dari perusahaan garmen dan perusahaan tekstil.

“sharing” pun berlanjut menjadi sebuah diskusi tentang bagaimana menyikapi hal tersebut, artinya bagaimana caranya menegur dan memperingatkan perusahaan agar benar-benar menjalankan rumusan perhitungan upah lembur sesuai aturan. Ada yang merespon dengan berapi-api, siap untuk menegur perusahaanya, tak kenal takut di-PHK,  namun adapula yang ‘nrimo’ apa adanya saja, tak mampu dan tak mau menegur perusahaanya karena takut berdampak pada dirinya. (takut dianggap provokator, takut di-PHK).

Referensi
Berkembang pesatnya teknologi informasi juga telah membawa dampak kepada kalangan buruh kelas menengah kebawah, rata-rata kini buruh kelas tersebut telah memiliki minimal satu telepon genggam (HP) kalau dulu untuk mengakses internet hanya bisa lewat PC, maka saat ini telepon genggam pun telah dilengkapi fasilitasbrowsing, dalam kaitan dengan perhitungan upah lembur ini sebagian buruh yang telah melek informasi mencoba mencari tahu sendiri tentang rumusan perhitungan upah lembur tsb lewat browsing di HP.

Mayoritas buruh/pekerja/karyawan yang melakukan browsing dan searching baik itu via HP atau PC adalah mereka yang mencari tahu tentang besaran upah minimum dan tatacara perhitungan lembur, kedua tajuk tersebut menjadi favorit bagi mereka. Ini terbukti pada blog yang saya buat. Postingan tentang rumusan perhitungan upah lembur pada blog saya tersebut meraih peringkat teratas ‘most active’  dan paling banyak di klik.

Bagi saya ini adalah sangat wajar mengingat, perumusan perhitungan upah lembur oleh perusahaan masih dianggap tabu/terlarang untuk diketahui karyawan (sebagaimana saya bahas diawal)

Konklusi
Upah lembur yang harus dibayar kepada pekeja adalah sebuah konsekwensi dari tuntutan pekerjaan, entah itu karena dikejar target produksi atau karena tidak sebandingnya jumlah pekerjaan dengan jumlah karyawan di perusahaan tersebut. Manakala surat perintah lembur atau ijin melaksanakan lembur dikeluarkan oleh perusahaan, maka segala dampaknya (upah lembur, makan, transport) harus juga menjadi tanggungjawab penuh perusahaan. Tanggungjawab disini berarti tidak asal dibayar atau seenaknya perusahaan saja, namun juga harus mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
Sebagian khalayak berkata bahwa peraturan perundangan dibuat untuk dilaksanakan, namun sebagian lainnya berseloroh bahwa:

“Peraturan perundangan dibuat untuk dilanggar, dan sekedar formalitas saja. Selama nilai ekonomisnya lebih tinggi dan lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk melakukan pelanggaran, kenapa juga harus tunduk pada peraturan perundangan toh saat ini tak ada satupun peraturan perburuhan yang dianggap menguntungkan buruh/pekerja  benar-benar diawasi dan dikawal oleh pemerintah”

Mungkin begitulah pola pemikiran beberapa pengusaha di negara tercinta ini. Dan saya yakin sekali bahwa pola pikir tersebut ada dan nyata saat ini. Namun alangkah bijaksana-nya apabila para pengusaha punya keinginan dan tekad untuk mau melaksanakan segala peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dalam hal ini melaksanakan perhitungan upah lembur secara benar dan transfaran sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku serta diketahui oleh karyawan.

Dampak positifnya tentu akan menjadi milik kedua belah pihak yakni karyawan dan perusahaan. Bagi perusahaan  hal ini akan memudahkan untuk mengontrol dan memudahkan peng-inputan data kedalam sebuah system aplikasi pengupahan, karena terkadang kendala pada bagian IT perusahaan dalam merumuskan upah lembur adalah karena ada standar perhitungan yang berbeda antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya, selain itu energy dan waktu tidak akan terbuang sia-sia hanya untuk sekedar menjawab dan mengklarifikasi satu persatu keluhan karyawan terkait kesalahan perhitungan upah lembur tersebut.

Bagi karyawan tentu saja berdampak positif, lembur jadi lebih fokus pada pekerjaan tanpa berprasangka negatip upah lemburnya akan “di-akali” oleh perusahaan, karyawan lebih yakin akan besaran upah yang diterima sehingga akan mudah mengatur cashflow kantongnya bulan depan.

Bagi perusahaan dan karyawan, teknik dan tatalaksana perumusan upah lembur yang mendetil harus bisa dituangkan kedalam sebuah  kesepakatan tertulis yang bisa saja dimuat kedalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) / Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan, atau Surat Kesepakatan Kontrak Kerja dll, yang penting hal tersebut harus mendapat persetujuan kedua belah pihak agar mudah dikontrol dalam pelaksanaannya.

CARA MENGHITUNG UPAH LEMBUR

Dasar yang dipakai dalam perhitungan ini adalah Keputusan Menakertrans NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
Yang dimaksud upah lembur adalah upah yang berhak diterima oleh pekerja atau buruh diluar waktu kerja yang telah ditentukan, yakni melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau upah yang diterima pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

Upah lembur dihitung per-jam.

Untuk mengetahui berapa upah lembur per-jam, maka harus diketahui dulu berapa upah pokok kita:
(1) Jika upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(2) Jika upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

(3)Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas), maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.

Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :
Upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.
Angka 1/173 didasarkan pada perhitungan sbb:
Dalam satu tahun  ada  52 minggu
Jadi dalam 1 bulan =  52/12  = 4,333333  minggu.
Total jam kerja/minggu = 40 jam
Jadi  Total jam kerja dalam 1 bulan =  40 X 4,33  =  173,33 dibulatkan menjadi 173 jam maka  untuk menghitung upah per jam yaitu upah perbulan / 173
Misal Upah jam sebulan Mr. James adalah Rp. 1.300.000,- maka upah se-jam Mr.James adalah 1.300.000 / 173 = 7.514.,5
Upah yang dijadikan patokan dalam penghitungan upah lembur adalah GP (gaji pokok) ditambah Tunjangan Tetap, sementara Tunjangan Tidak Tetap tidak bisa dipakai sebagai dasar perhitungan upah lembur.
Untuk memudahkan perumusan maka secara simpel boleh kita rumuskan sbb:
L1 = 1,5 kali upah sejam
L2 = 2 kali upah sejam.
L3 = 3 kali upah sejam.
L4 = 4 kali upah sejam.

Melihat rumusan diatas maka perhitungan upah lembur untuk yang hari kerjanya 6 hari dapat dilihat sbb;
1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka perhitungannya adalah:
1 Jam pertama dihitung (L1), 6 jam berikutnya dihitung (L2)
2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi maka :
7 (tujuh) jam pertama dihitung (L2) jam ke 8 (delapan) dihitung (L3) dan jam ke 9 (sembilan) dst dihitung (L4)

Sementara perhitungan upah lembur untuk yang hari kerjanya 5 hari dapat dilihat sbb;
1. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka perhitungannya adalah:
1 Jam pertama dihitung (L1), jam berikutnya dihitung (L2)
2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi maka : 8 (delapan) jam pertama dihitung (L2) jam ke 9 (sembilan) dibayar (L3) dan jam ke 10 (sepuluh) dst dihitung (L4)

Contoh penghitungan:
Gaji pokok James adalah Rp.1.250.000 tunjangan tetapnya sebesar Rp.50.000,-. James bekerja dengan sistem 6 hari kerja. Bulan ini james lembur terusan (lembur pada hari kerja) sebanyak 3 hari masing-masing 4 jam, serta pada saat hari libur kerja james lembur 1 hari selama 10 jam!
Dari pernyataan tsb didapat:
L1 sebanyak 3 jam
L2 sebanyak 16 jam
L3 sebanyak 1 jam
L4 sebanyak 2 jam
Upah sejam james adalah = 1.300.000/173 = Rp.7.514,5
Dengan demikian maka:
L1 = 3 x 1.5 x 7.514,5 = 33.815,5
L2= 16 x 2 x 7.514,5 = 240.464,0
L3= 1 x 3 x 7.514,5 = 22.543.5
L4= 2 x 4 x 7.514,5 = 60.116,0
Jadi total upah lembur james adalah:
= L1 + L2 + L3 + L4
= 33.815,5 + 240.464,0 + 22.543,5 + 60.116,0
= Rp. 356.939,0

Demikian semoga bermanfaat, mohon dikoreksi bila ada kesalahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar